Senin, 21 Desember 2015

"Aceh Lampau"

“ ACEH LAMPAU”

hai teman-teman mari kita mempelajari kembali budaya aceh yang hampir terlupakan atau  musnah. Jangankan orang di luar aceh, kita saja yang asli anak aceh  kurang memahami bagaimana budaya aceh. kita sebagai anak aceh seharusnya lebih mempertahankan dan juga mengetahui budaya yang telah di warisi oleh nenek moyang kita. Jangan malah mengabaikan maupun melupakan budaya atau tradisi nenek moyang kita sendiri. Kali ini saya akan lebih  membahas tentang “Aceh Lampau”.
Pandangan hidup orang aceh sangat sedikit sekali di kupas oleh para sarjana, kecuali adat istiadat dan kehidupan beragama mereka yang sesuai dengan ajaran islam. Mereka selalu megaitkan aceh dengan islam.mendiskusikan aceh, sama dengan mendiskusikan islam.
Adapun mengenai Aturan kehidupan di dalam bermasyarakat aceh memang hampir serupa dengan rakyat jawa. Sejak proses islamisasi, tata aturan kehidupan rakyat aceh lebih banyak di warnai oleh islam, pengaruh budaya hindu dan Buddha masih bisa di jumpain hingga hari ini Untuk urusan hukum, maka itu di dasarkan pada keputusan agama islam yang di berikan oleh ulama yang terkenal pada kerajaan  islam  symbol syiah kuala perpaduan antara nama dari Persia yaitu sya nama muara  sungai yaitu kuala.
Sementara  itu, untuk persoalan cara berfikir dan cara kemajuan masyarakat di simbolkan dengan reusan bak bentara. Aturan ini sesungguhnya menyiratkan standar kehidupan masyarakat yang tidak terlalu agamis. Jika adat istiadat di kendalikan dibawah Sultan dan mengikat seluruh penduduk negeri,  Maka reusam ini lebih pada gaya hidup masyarakat aceh. Namun untuk persoalan upacara- upacara yang bersifat kerakyatan namun disitu ada symbol budaya, maka di kenal dengan istilah qanun bak putrou phang. Puteri Phang di simbolkan sebagai tokoh wanita yang mengurusi persoalan wanita. Sehingga dalam tradisi Aceh, wilayah kerja wanita dan pria pun berbeda-beda. Misalnya di dalam pesta, untuk persoalan tata laksana peusijuek dan pet ranup di lakukan oleh wanita. Penyambutan ta tung dara baro ( pengantin perempuan) atau linto baro (pengantin pria) di lakukan oleh wanita . sedangkan untuk persoalan masa lebih banyak di lakukan oleh pria. Karena itu, di dalam tradisi Aceh yang paling dominan muncul di dalam pesta atau keunduri adalah kelompok wanita.
Demikianlah  reusam dan qanun yang berlaku di aceh sedangkan untuk keunduri yang lainnya seperti nujuhan atau tahlilan  kelompok yang ‘di muliakan’ adalah kelompok pria. Sedangkan wanitanya berada di belakang. Kerja sama yang bisa dilihat kemunculan pria dan wanita saat kaunduri blang ( pesta sawah). Namun pada kaunduri laot, wanita sama sekali tidak di jumpa ini di pandang sebagai symbol pekerjaan lelaki di tengah laut.
Untuk memahami budaya Aceh, maka yang perlu di lakukan upaya dari perspektif irfani, yaitu apa yang di pikirkan oleh orang aceh mengenai cara hidup mereka. Untuk melihat bagaimana proses pengaruh islam terhadap Aceh, maka kita harrus melihat apa titik terakhir dari aspek islam yang “ berhenti” di Aceh. Untuk melihat dunia aceh, maka yang perlu di lakukan adalah bagaimana orang aceh mempersepsikan diri mereka dari bagian kosmologi. Semoga bermanfaat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar